welcome in mai pages

bagaimana pun pendapat kamu tentang blog mai,
mai berharap blog yang mai buat berguna buat kamu

Kamis, 13 November 2008

Space Occupying Lession (SOL)

Diagnosa medik : Space Occupying Lession (SOL)

Definisi :

SOL merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kuntusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intra kranial (Long, 1996).

Dalam Laporan Pendahuluan ( LP ) ini, penulis batasi pada Tumor Otak Adapun definisi Tumor Otak adalah Tumor otak adalah suatu pertumbuhan jaringan yang abnormal di dalam otak. Yang terdiri atas Tumor otak benigna dan maligna. Tumor otak benigna adalah pertumbuhan jaringan abnormal di dalam otak, tetapi tidak ganas, sedangkan tumor otak maligna adalah kanker di dalam otak yang berpotensi menyusup dan menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang telah menyebar (metastase) ke otak dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.

Etiologi:

Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu:

>Herediter: Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas.

>Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest). Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya.

>Radiasi: Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma.

>Virus: Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.

>Substansi-substansi Karsinogenik: Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.


Gejala Klinis

Tumor otak bisa mengenai segala.usia, tapi umumnya pada usia dewasa muda atau pertengahan, jarang di bawah usia 10 tahun atau di atas 70 tahun. Sebagian ahli menyatakan insidens pada laki-laki lebih banyak dibanding wanita, tapi sebagian lagi menyatakan tak ada perbedaan insidens antara pria dan wanita. Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi serebral akibat edema otak dan tekanan intrakranial yang meningkat.

Gejala spesifik terjadi akibat destruksi dan kompresi jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala, muntah, kejang, penurunan kesadaran, gangguan mental, gangguan visual dan sebagainya. Edema papil dan defisit neurologis lain biasanya ditemukan pada stadium yang lebih lanjut.

Gejala umum

Biasanya disebabkan oleh karena tekanan intrakranial yang meningkat. Kenaikan tekanan intrakranial dapat disebabkan oleh faktor-faktor :

- langsung oleh masa tumor sendiri

- edema serebri

- obstruksi aliran cairan serebro spinalis

- obstruksi sistema vena serebri

- gangguan mekanisme absorbsi cairan serebro spinalis

Gejala-gejala ini dapat berupa :

1. Nyeri kepala :Merupakan keluhan utama pada kira-kira 20% kasus. Dapat dirasakan selama perjalanan penyakitnya, dapat umum atau terlokalisir pada daerah yang berlainan. Sifat nyerinya digambarkan sebagai nyeri berdenyut atau dirasakan sebagai rasa penuh di kepala dan seolah-olah kepala mau "meledak". Timbulnya dimulai pagi hari, dikaitkan oleh karena kenaikan kadar CO2 selama tidur. Adanya CO2 ini menyebabkan aliran darah serebral meningkat serta kongesti dari sistema vena serebral. Ini mengakibatkan tekanan intrakranial meningkat. Nyeri dapat diperhebat dengan gerakan manuver valsava, batuk, bersin, mengejan, mengangkat barang ataupun ketegangan.

2. Muntah : Muntah tidak berhubungan dengan lokalisasi tumor, sering timbul pada pagi hari. Sifat muntah adalah khas, yaitu proyektil atau muncrat dan tidak didahului rasa mual.

3. Kejang : Kejang dapat merupakan manifestasi pertama tumor otak pada 15% kasus. Dikatakan, bahwa apabila terjadi kejang fokal pada orang berumur di bawah 50 tahun, harus dipikirkan adanya tumor otak, selama penyebab lain belum ditemukan. Dalam hal terjadinya kejang, lokasi tumor lebih penting daripada histologinya. Tumor yang jauh dari korteks motoris akan jarang menimbulkan kejang. Meningioma pada konveksitas otak, sering menimbulkan kejang fokal sebagai gejala dini. Sedangkan kejang urnum biasanya terjadi, apabila kenaikan tekanan intrakranial melonjak secara cepat misalnya pada glioblastoma multiforme.

4. Gangguan mental : Gejala gangguan mental tidak perlu dihubungkan dengan lokalisasi tumor, walaupun beberapa sarjana menyatakan bahwa gejala ini sering dijumpai pada tumor lobus frontalis dan temporalis. Juga dikatakan bahwa menigioma merupakan tumor yang sering menimbulkan gangguan mental. Gejalanya sangat tidak spesifik. Dapat berupa apatis, demensia, gangguan memori, gangguan intelegensi, gangguan tingkah laku, halusinasi sampai seperti psikosis.

5. Pembesaran kepala : Keadaan ini hanya terjadi pada anak-anak, dimana suturanya belum menutup. Dengan meningkatnya tekanan intrakranial, sutura akan melebar dan fontanella anterior menjadi menonjol. Pada beberapa anak sering terlihat pembendungan vena didaerah skalp dan adanya eksoftalmos. Pada perkusi terdengar suara yang khas, disebut crack pot signs (bunyi gendi yang rengat).

6. Papil edema : Papil edema dapat terjadi oleh karena tekanan intrakranial yang meningkat atau akibat langsung dari tekanan tumor pada N II. Derajat papil edema tidak sebanding dengan besarnya tumor dan tidak sama antara mata satu dan lainnya. Bila tekanan intrakranial meningkat dengan cepat, akan terjadi pembendungan vena-vena N. Optikus dan diskus optikus menjadi pucat serta membengkak. Sering disertai perdarahan-perdarahan disekitar fundus okuli. Pada papil edema yang kronis dapat menyebabkan gliosis N. Optikus dan akhirnya N. Optikus mengalami atrofi sekunder dengan akibat kebutaan. Dilaporkan bahwa 60% dari tumor otak memperlihatkan gejala papil edema, dan 50% diakibatkan oleh tumor supratentorial.

7. Sensasi abnormal di kepala : Banyak penderita merasakan berbagai macam rasa yang samar-samar. Sering dikeluhkan sebagai enteng kepala (light-headness), pusing (dizziness) dan lain-lainnya. Keadaan ini mungkin sesuai dengan tekanan intrakranial yang meningkat.

8. Bradikardi dan tensi meningkat :Keadaan ini dianggap sebagai mekanisme kompensatorik untuk menanggulangi iskemia otak.

9. Perubahan respirasi : Hal ini akibat tekanan intrakranial yang meningkat. Dapat timbul respirasi tipe Cheyne Stokes, dilanjutkan dengan hiperventilasi-respirasi irreguler-apneu, akhirnya kematian.

Gejala fokal

Gejala-gejala fokal sangat tergantung dengan lokalisasi tumor. Gejalanya sesuai dengan fungsi jaringan otak yang ditekan atau dirusak, dapat perlahan-lahan atau cepat. Dapat menimbulkan disfungsi, misalnya hemiparesis, afasia motorik ataupun paresis saraf kranial, sebelum tekanan intrakranial meninggi secara berarti. Dalam hal ini, gejala dan tanda di atas mempunyai arti lokalisasi/fokal. Dibawah ini akan diuraikan tentang beberapa gejala dan manifestasi fokal yang menunjukkan lokasi tumor otak.

1. Tumor lobus frontalis :

Tumor di daerah ini pada umumnya menimbulkan gangguan kepribadian dan mental. Dapat timbul perlahan-lahan, beberapa bulan sampai bertahun-tahun. Pada mulanya penderita menjadi apatis, kurang atau hilangnya perhatian/kontrol, kemudian kesukaran dalam pandangan kedepan (lack of fore sight), kesukaran dalam pekerjaan dan akhirnya regresi dalam tingkah laku sosial, kebiasaan dan penampilan, serta gangguan psikoseksual.

2. Tumor lobus temporalis :

Lobus temporalis mempunyai ambang yang rendah untuk timbulnya serangan epilepsi. Tumor yang menekan atau timbul di Unkus mengakibatkan uncinate fit yaitu kejang parsiil, yang dapat terjadi beberapa kali dalam satu hari. Biasanya dimulai dengan halusinasi bau atau rasa. 80% dengan halusinasi bau busuk dan 20% halusinasi bau bunga. Ini merupakan sensasi yang pertama.

3. Tumor lobus parietalis :

Tumor di daerah parietalis dapat merangsang korteks sensoris, sebelum manifestasi lain dijumpai. Area parietalis ini berguna untuk diskriminasi tekstur, berat, ukuran, bentuk dan identifikasi obyek yang diraba. Akibat rangsangan disini ialah serangan Jackson sensorik. Jika tumor menimbulkan kerusakan strukturil di daearah ini, maka segala macam perasaan di butuh kontralateral sisi lesi, tidak dapat dirasakan dan dikenal.

4. Tumor lobus oksipitalis :

Tumor di daerah ini biasanya jarang. Gejala dini yang menonjol sering berupa nyeri kepala di daerah oksipital, kemudian disusul oleh adanya gangguan yojana penglihatan.

5. Tumor serebellum :

Tumor serebellum cepat mengadakan obstruksi aliran cairan serebro spinalis, sehingga tumor ini cepat menimbulkan tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala nyeri kepala, muntah dan papil edema sering sebagai gejala dini, disusul dengan gangguan gait dan gangguan koordinasi. Nyeri kepala dirasakan didaerah oksipital dan dapat menjalar ke leher bawah.

Patofisiologi: (terlampir)

Pemeriksaan fisik

1. Kaji tingkat kesadaran pasien dengan menggunakan GCS

2. Kaji status mental (inspeksi ekspresi wajah, kemampuan bicara, perasaan dan mood, orientasi waktu, tempat dan orang, rentang perhatian, daya ingat jangka pendek dan panjang, kemampuan mengambil keputusan, proses pikir, persepsi klien terhadap lingkungan)

3. Kaji rasa nyaman dan nyeri

4. Kaji fungsi sensori

5. Kaji akurasi pekak, sensasi panas

6. Kaji fungsi motorik (mengenggam, kekuatan kaki, pergerakan dan postur)

7. Kaji apakah ada tremor dan pusing

8. Kaji reflek (biseps, trisep, brakioradialis, patela, achilles, plantar)

9. Kaji tanda peradangan (meningen)

Pemeriksaan diagnostik

1. CT Scan; memberi informasi spesifik mengenai jumlah, ukuran, kepadatan, jejas tumor dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi tentang sistem vaskuler

2. MRI; membantu dalam mendeteksi jejas yang kecil dan tumor didalam batang otak dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang menggunakan CT Scan

3. Biopsi Stereotaktik bantuan komputer (tiga dimensi); dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberi dasar pengobatan serta informasi prognosis

4. Angiografi; memberi gambaran pembuluh darahserebral dan letak tumor

5. Elektroensefalografi (EEG); mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang

Diagnosa keperawatan yang sering muncul

1. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah oleh SOL dibuktikan dengan perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubaan respon motorik / sensori, gelisah dan perubahan tanda vital

2. Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan pola napas b.d kerusakan neurovaskuler, kerusakan kognitif

3. Nyeri ( akut ) / kronis b.d agen pencedera fisik, kompresi saraf oleh SOL, peningkatan TIK, ditandai dengan : menyetakan nyeri oleh karena perubahan posisi, nyeri, pucat sekitar wajah, perilaku berhati hati, gelisah condong keposisi sakit, penurunan terhadap toleransi aktivitas, penyempitan fokus pada diri sendiri, wajah menahan nyeri, perubahna pola tidur, menarik diri secara fisik

Intervensi keperawatan dan rasional

Dx.

Intervensi keperawatan

Rasional

I

Mandiri:

Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital sesuai indikasi setelah dilakukan pungsi lumbal

à Pantau/catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya, seperti GCS

à Pantau TTV

à Pantau frekuensi dan irama jantung

à Pantau pernapasan, catat pola dan irama pernapasan

à Pantau suhu dan juga atur suhu lingkungan sesuai kebutuhan. Batasi penggunaan selimut dan lakukan kopres hangat jika terjadi demam

à Pantau masukan dan pengeluaran, catat karakteristik urin, turgor kulit, dan keadaan membra mukosa

à Bantu pasien untuk berkemih/membatasi batuk, muntahdan mengejan

à Berikan tindakan yang dapat memberikan rasa nyaman seperti massase punggng

à Anjurkan keluarga berbicara pada klien jika diperlukan

Kolaborasi

à Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 0 sesuai toleransi/indikasi

à Berikan cairan IV dengan alat kontrol khusus, batasi pemasukan cairan dan berikan cairan hipertonik/eletrolit sesuai indikasi

à Pantau gas darah arteri dan berikan terapi O2 sesuai indikasi

à Gunakan selimut hipotermia

à Berikan obat sesuai indikasi sepertia; steroid, klorpomasin, asetaminofen

à Perubahan tek. CSS merupakan potens adanya resiko herniasi batang otak

à Pengkajian kecendrungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensi TIK adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi, penyebaran, luas dan perkembangan dari kerusakan

à Normalnya, autoregulasi mampu mempertahankan aliran darah serebral dengan konstans sebagai dampak adanya fruktuasi pada tekanan darah sistemik

à Perubahan pada frekuensi dan disritmia dapat terjadi, yang mencerminkan trauma/tekanan batang otak tentang ada tidaknya penyakit jantung yang mendasari

à Tipe dari pola pernapasan merupakan tanda yang berat dari adanya peningkatan TIK/daerah serebral yang terkena

à Demam biasanya berhubungan dengan proses inflamasi tetapi mungkin merupakan komplikasi dari kerusakan pada hipotalamus

à Hipertermi meningkatkan kehilangan air dan meningkatan resiko dehidrasi, terutama jika tingkat kesadaran menrun

à Aktivitas seperti ini akan meningkatkan tekanan intrathorak dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.

à Menurunkan stimulus sensori yang berlebihan

à Mendengarkan suara yang menyenangkan dari orang terdekat untuk menimbulkan pengaruh relaksasi pada pasien

à Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan TIK

à Meminimalkan fruktuasi dalam aliran vaskuler dan TIK

à Terjadinya asidosis dapat menghambat masukan oksigen pada tingkat sel yang memburuk

à Membantu dalam mengontrol peningkatan suhu

à Dapat menurunkan permeabelitas kapiler untuk membatasi pembentukan edema, mengatasi kelainan postur tubuh/menggigil yang dapat meningkatkan TIK, menurunkan metabolisme seluler/menurunkan konsumsi oksigen dan resiko kejang

II

Mandiri

Pantau adanya kejang pada tangan, kaki dan wajah

Berikan keamanan berupa bantalan pada penghalang tempat tidur

Pertahankan tirah baring selama fase akut

Kolaborasi

Berikan obat sesuai indikasi seperti; fentoin, diazepam, fenobarbital

Mencerminkan adanya iritasi SSP secara umum yang memerlukan evaluasi segera

Melindungi pasien jika terjadi kejang

Menurunkan resiko terjath/trauma jika terjadi vertigo, sinkop atau ataksia

Indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang

III

Mandiri

Berikan lingkungan yang tenang

Tingkatkan tirah baring, bantu perawatan diri pasien

Letakkan kantung es pada kepala, pakain dingin diatas mata

Dukung pasien untuk menemukan posisi yang nyaman

Berikan latihan ROM aktif/pasif

Gunakan pelembab yang agak hangat pada nyeri leher/punggung yang tidak ada demam

Kolaborasi

Berikan analgetik seperti; asetaminofen, kodein

Menurunkan reaksi terhadap stimulus dari luar dan meningkatkan istirahat

Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri

Meningkatkan vasokontriksi, penumpukan resepsi sensori akan menrunkan nyeri

Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut

Membantu merelaksasi ketegagan otot yang meningkatkan reduksi nyeri

Meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan rasa sakit

Diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat

Daftar pustaka

Long, B. C. (1996). Perawatan medikal bedah. Jakarta: EGC

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal bedah. (Ed.8). Jakarta: EGC

Carpenito, L. J. (1997). Diagnosa keperawatan. ( Ed. 6). Jakarta: EGC

Doenges, M. E. , et al (1997). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC

Price, S. A., & Wilson, L. M. (1995). Patofisiologi; konsep klinik proses- proses penyakit. (Ed. 4). Jakarta: EGC

Herainy, H. (2008). Tumor otak. Diperole pada tanggal 12 Oktober 2008 dari http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_TumorOtakTinjauanKepustakaan.pdf/11_TumorOtakTinjauanKepustakaan.html




Tidak ada komentar: